Sejak
sore kemarin debar dadaku terasa tak menentu. Aku merasa cemas namun tak
mengerti apa yang sedang kucemaskan. Andai bisa memilih suasana hati, aku ingin
merasakan hal yang tenang saja. Bukan merasakan perihal seperti ini. Di dalam
pikiranku tak pernah lepas dari pertanyaan bagaimana keadaanmu di sana? Apakah semuanya baik-baik saja? Apakah
semuanya masih menjadi seperti seharusnya? Aku benar-benar tidak bisa tenang,
meski aku telah mencoba untuk tidak peduli. Namun perasaan di hati tak bisa
kubohongi. Aku seolah tak mampu mengendalikan diriku.
Namun
aku sadar kau sedang berusaha menjauhiku. Kau sedang belajar melupakan hal-hal
yang selalu kita ingat. Kau sedang belajar membunuh perasaan yang tetap
bertahan hidup di hatimu. Kau sedang mengkhianati dirimu sendiri. Mencoba
menyangkal hal-hal yang masih membenam di dadamu. Aku tahu siapa kamu, aku
merasakan sedih yang menggelayuti matamu. Kau mengorbankan dirimu untuk sesuatu
yang kau anggap balas jasa. Padahal kau sebenarnya tahu balas jasa tidak selalu
harus begitu. Maafkan aku yang juga tak pernah bisa melupakanmu. Seseorang yang
masih saja mencemaskan keadaanmu
.
.
Aku
bahkan tak pernah bisa merelakanmu. Akulah seseorang yang tak ikhlas kau
bersama orang lain. Sebab aku tahu perasaanmu dan perasaanku bukan hal yang
harus dikorbankan. Namun, kau terlalu cepat menyerah. Katamu, kau tak sekuat
aku menghadapi hidup. Semantara kau belum menjalani sepenuhnya bersamaku.
Bagaimana mungkin kau menyangkal hal-hal yang dulu kau percaya. Aku mengenal
siapa kamu. Kau bukan seseorang yang lemah seperti itu. Hanya saja beberapa hal
di dunia ini memang terlihat menakutkan, dan kau mungkin ketakutan akan hal
itu
.
.
Aku
akan berusaha untuk terlihat baik-baik saja, kekasih. Rasa sedih ini biarlah
kutenangkan dengan segala hal pedih. Aku hanya sedang mencemaskanmu. Aku sungguh
tidak bisa membayangkan kau menjadi orang yang tidak kucintai lagi. Sudah terlalu
dalam perasaan yang kita tanam. Sudah tumbuh dan rimbun hingga aku tak tahu
cara yang baik untuk mencabutnya. Aku tak yakin bisa menenangkan diri jika kau
benar-benar lepas pergi. Andai bisa memilih, aku lebih suka berdebat denganmu. Perihal
siapa yang benar dan salah di antara kita. Aku sungguh tidak suka tidak
mendapati apa pun kabarmu. Semuanya
terasa lebih menyakitkan, saat kau mencoba benar-benar menghilang. Sementara
kita tahu, kau dan aku masih saling menyimpan diri dalam ruang hati. Percuma kita
saling bunuh, jika setiap tusuk pisau dan angin di dada selalu mampu membuat
rindu baru tumbuh.