Aku benci mengingat bagaimana caramu tersenyum. Aku benci menyadari bahwa senyum itulah yang selalu berhasil membuatku jatuh cinta dan terpana. Aku benci mengingat setiap lekuk wajahmu, bagaimana mata sipitmu, dan rahang bulatmu itu entah mengapa telah menjadi pemandangan favoritku. Aku benci menerima kenyataan bahwa hari ini, aku tidak lagi punya kesempatan untuk memandangimu.
Setelah aku pergi, tentu ada yang berbeda di sini. Kamu tidak tahu hari-hari penuh ketakutan yang aku lewati tanpa menghubungimu. Kamu tidak mengerti hari-hari yang kurasa semakin sepi karena tidak lagi mendengar suaramu. Kamu tidak paham betapa aku merindukanmu, cara menenangkan bahwa dunia tidak akan meledak dan aku percaya begitu saja pada kata-katamu seakan kamu telah membaca semua pertanda dalam hidupku.
Aku percaya begitu saja padamu, aku terlalu percaya padamu, terlalu jatuh cinta padamu dan disitulah masalahnya. Aku percaya kamu akan membahagiakanku dan membawa aku pergi dari kutukan kesendirian ini, dengan segala macam ketulusan yang ada di matamu, pada awalnya adalah cinta. Aku percaya sepenuh hati, bahwa sebenarnya kamu hanya mencintaku, aku percaya semua rasa mengalah yang aku berikan, semua air mata yang terjatuh saat aku memelukmu dalam doa dengan perasaan rindu itu, akan segera berganti menjadi kedamaian seutuhnya. Aku tidak tahu, mengapa aku percaya begitu saja dalam dirimu, kulihat sosok yang sama dengan diriku, hanya saja kamu perempuan dan aku laki-laki. Aku jatuh cinta padamu karena aku merasa sedang mencintai diriku sendiri. Aku percaya padamu dan telah menjadikanmu separuh dari diriku, setelah memustukan untuk meninggalkanmu, aku benar; memang pada akhirnya aku kehilangan setengah dari diriku. Kini aku menjalani hari, sebagai aku yang tidak utuh.
Sehari setelah aku pergi, masih kurasa ketidakyakinanku untuk meninggalkanmu. Hal itu pun masih terjadi, ketika seminggu aku tidak lagi menghubungimu, ketika semua tentangmu telah kuhapus dari memori ponselku. Seringkali terbesit dari pikiranku untuk memintaku kembali padamu, tetapi aku pada akhirnya sadar diri, aku tidak bisa selalu berada di antara dua hati. Aku akan jadi pendosa paling bodoh jika menginginkan kamu untuk menjadi kekasih aku.
Kamu tahu malam itu, aku membaca pesan darimu dengan perasaan hancur. Hari itu, aku menyadari bahwa sebenarnya kamu tidak membutuhkanku lebih dari sekedar teman yang kekosonganmu. Aku menyadari bahwa cerita kita tidak akan tamat dengan akhir bahagia. Dan kubalas pesanmu, dengan kejujuran yang aku simpan sendiri. Kujawab mengapa aku hanya berani menuangkan kesedihanku dalam semua tulisanku, karena aku tidak mungkin menceritakan sosokmu pada siapapun, karena aku tidak mungkin menceritakan betapa bahagianya mencintaimu pada sahabat-sahabatku. Mereka yang tahu, pasti menyuruhku untuk segera melepasmu pergi, sedangkan di titik itu , aku sedang dalam keadaan sangat mencintaimu.
Menulis tentangmu adalah caraku untuk menyembunyikanmu sebenarnya. Hal itulah yang tidak kamu mengerti. Kamu terlalu takut kehilangan gebetanmu, kamu terlalu takut ditinggalkan gebetanmu. Kamu telah percaya diri, bahwa anggapan aku mulai berbahaya buatmu adalah anggapan yang benar. Kamu terlalu takut kehilangan gebetanmu, tapi aku tidak pernah takut kehilangan kamu. Karena bagiku, untuk mendapatkan perempuan sepertimu, bisa aku lakukan dengan jentikan jari. Sayangnya, aku terlalu bodoh menyadari di awal. Aku tidak bisa sejahat untuk menganggapmu hanya sekedar teman senang-senang. Aku tidak bisa untuk tidak melibatkan perasaan dalam hubungan kita. Apalagi di dukung oleh caramu yang serius menatapku.
Aku tidak bisa menjadi jahat ketika aku jatuh cinta padamu, meskipun dari awal kamu telah begitu jahat. Rasa takut untuk terus menjadi jahat telah membayang-bayangiku. Aku bahkan ingin sepenuhnya memilikimu, aku bahkan tidak ingin pelukmu kau berikan pada pria lain, aku bahkan ingin meraup habis seluruh waktumu agar aku bisa menjadi duniamu. Aku menyerah menjadi orang jahat, karena berjalan dalam ketakutan akan kehilanganmu setiap saat bukanlah hari-hari yang menyenangkan untuk dijalani.
Aku memilih mengakhiri, melepaskanmu pergi, dan hidup dengan rasa sakit hatiku sendiri. Satu hal yang harus kau ingat wahai sayangku yang aku cintai, aku ingin memberitahu padamu, rasa memiliki dirimu kian hari kian besar. Meninggalkan kamu adalah keputusan yang kupilih. Kamu akan tetap bahagia dengan gebetanmu dan bisa menganggap aku tidak pernah ada dalam hidupmu. Tapi, aku berjalan sendirian, meninggalkan kamu yang di belakang dan kembali menata hatiku yang telah kau hancurkan. Jadi, aku tidak perlu berpanjang lebar, siapa yang sebenarnya paling sakit disini.
Aku cukup bahagia menjadi aku yang sekarang. Aku sudah cukup bahagia, melihatmu tetap bahagia bersama gebetanmu. Aku sudah cukup bahagia hanya dengan menatapmu dari jauh. Aku sudah cukup bahagia merawat luka dengan tanganku sendiri.
Aku percaya, Tuhan akan menyembuhkanku. Aku percaya, waktu akan memperbaiki semua. Kamu tentu penasaran mengapa dulu aku bersedia menunggu dirimu. Alasan terkuat yang membuatku ingin menjadi kekasihmu adalah karena aku ingin mengenalkan betapa Tuhan menyediakan keajaiban lebih dari apa yang kamu miliki hari ini
.
Alasan terkuat untuk bersamamu adalah aku ingin mengajakmu pulang, tapi aku tidak bisa memaksa orang yang sudah terlalu jauh pergi untuk kembali ke rumah yang harusnya dia tempati. Jika bagimu gebetanmu adalah jalan pulang yang tepat, silakan lakukan dan jalani sebisamu, sebelum pada akhirnya kamu menyadari aku adalah jalan pulang yang harusnya sejak dulu kamu ikuti.
Nikmati rumahmu hari ini, sebelum pada akhirnya kamu menyesal dan menyadari, bahwa hanya aku rumahmu untuk kembali.