“kamu pergi ketika saya sudah
sangat nyaman bersamamu, kamu lari
ketika saya sudah sangat mencintaimu, Kamu menghilang tanpa
bilang-bilang, sementara aku yang terlanjur mencintaimu hanya bisa
berharap Tuhan membuatmu sadar. Bahwa di sini ada aku yang
mendoakanmu tanpa henti”. –akhbrmrf
ketika saya sudah sangat mencintaimu, Kamu menghilang tanpa
bilang-bilang, sementara aku yang terlanjur mencintaimu hanya bisa
berharap Tuhan membuatmu sadar. Bahwa di sini ada aku yang
mendoakanmu tanpa henti”. –akhbrmrf
Aku duduk di warung kecil tempat
pertama kali aku memandangi dirimu. Dilangit Jakarta yang sedang hujan, aku
menenguk mizone lemon tea yang dingin.
Ada kehampaan di sini yang aku rasakan karena tidak ada kamu yang duduk
di sampingku. Dan, suara Marcell tidak menjadi penenang bagiku. Lagu firasat
mengalun di telinga, menjalar ke hatiku, kemudian membuat dadaku sesak.
Aku ingat saat pertama kali
bertemu denganmu di sini, setelah bertemu kita saling melontarkan cerita hidup
yang berbeda dan saling memberi saran. Dan, tanpa sengaja aku memandangi wajah
cantikmu dengan seksama. Seolah-olah pikiran ku sedang di hantui dengan paras
wajahmu itu, aku terdiam tanpa kata.
Setelah malam itu, kamu menjelma
menjadi wanita yang pesannya selalu aku tunggu. Aku menunggu kesibukanmu usai
agar kita bisa berkomunikasi, dan agar rasa rindu yang penuh di dadaku bisa
sedikit mengecil atau mereda. Tapi, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak
merindukanmu. Rasa itu semakin membungkamku ketika aku sedang menulis
cerita-cerita lainnya. Kamu mengirimku sebuah nyanyian melalu voice note. Meskipun
saat itu aku berada sangat jauh denganmu, namun kurasakan napas dan dirimu
selalu mengikutiku.
Sepulang dari tempat nongkrong,
kita memutuskan untuk bertemu kembali pada pertemuan kedua. Aku membawa rasa
rindu yang menggebu di dadaku, tetapi kamu datang membawa kabar buruk untukku.
Beberapa detik kemudian, kamu mulai menceritakan kisah hidupmu, hingga pada
akhirnya kamu menceritakan bahwa kamu masih mencintai mantanmu itu. Tahukah
kamu apa yang kurasakan pada saat itu? Rasanya aku ingin meledak, pergi
meninggalkanmu, dan aku merasa marah pada diriku sendiri.
Selama kedekatan kita, kamu
memang tidak member status hubungan apapun. Aku pun tidak memaksakan agar kita
segera memiliki status, tapi mengapa aku marah ketika tahu kamu masih mencintai
mantanmu? Kemudian aku menunduk kebawah dengan mataku yang berair. Namun,
mengapa aku tidak bisa melepaskan dirimu yang itu pada diriku? Dirimu yang
bukan hakku, dirimu yang bukan milikku. Dalam hatiku, aku menangis
sejadi-jadinya. Rasanya sangat tidak adil, aku sedang berada pada puncak sangat
mencintaimu, dan kenyataan yang kau bicarakan itu benar-benar telah menghancurkan
mimpi-mimpi megah yang telah aku bangun.
Aku sudah membayangkan suatu hari
akan mengenalkanmu pada ibuku. Aku sudah berharap bisa membawa namamu ke dalam
tulis-tulisanku nanti. Aku sudah membayangkan bahagianya bisa berada dalam
status hubungan yang spesial bersamamu. Aku membayangkan setiap hari berpelukan
denganmu. Aku membayangkan bisa merangkul tanganmu dengan mesra. Kamu sudah
membuatku terbiasa dengan sikapmu, rasa humoris yang selalu kau tunjukan
padaku, dengan keliaran menyenangkan yang hanya kita ketahui berdua, dengan
segala hal bodoh yang membuat aku bisa menjadi diriku sendiri ketika bersamamu,
namun mengapa kau justru pergi ketika kamu telah membuatku sangat terbiasa pada
kebahagian akan hadirmu?
Hingga hari ini, aku masih merasa
semua tidak adil. Rasa kekhawatiranku masih terus begejolak, dan juga rasa
kekecewaan aku. Dengan alasan kamu tidak ingin membohongiku dan menyakitiku
terlal jauh. Tapi, sebagai yang bukan siapa-siapa, memang aku tidak berhak
melarang apa-apa. Bagaimana mungkin aku begitu mudah terjebak pada segala
perlakuan manismu, ketika aku pada akhirnya tahu –kamu sudah lebih dulu
mencintai orang lain yaitu mantanmu.
Andai kau tahu, aku masih
mencintaimu sedalam ketika aku pertama kali bertemu. Aku masih mencintaimu, sekuat
ketika pertama kali kamu menghancurkan hati ini. Aku masih mencintaimu, bahkan
ketika kamu memilih pergi dari hidupku dengan alasan aku hanya sahabatmu saja.
Aku merasa sangat kehilangan,
meskipun kamu tidak merasakan apa-apa. Aku merasa takut kehilangan, meskipun
kamu bukan milikku. Aku merasa kehilangan, kehilangan harapan yang telah susah
payah kubangun untukmu.
Kembalilah padaku ketika kamu
bosan berjuang demi mantanmu. Aku akan tetap sebodoh ini, mencintaimu tanpa
mengemis status dan kejelasan hubungan kita. Kembalilah padaku, jika dia tak
bisa memberikan kebahagiaan dan peluk yang cukup hangat untukmu. Aku akan tetap
jadi pria yang bodoh, yang merindukanmu dalam dia dan kesunyian. Kembalilah
padaku, jika mantanmu tidak bisa menjaga perasaanmu. Karena aku akan tetap di
sini, tetap menunggumu di belakang sini, tetap menjadi akhbar yang tolol yang
menunggu kamu pulang.
Untukmu,
yang tidak akan pernah tahu,
dan tidak mau tahu,
siapa yang paling tersiksa,
dalam hubungan ini.
yang tidak akan pernah tahu,
dan tidak mau tahu,
siapa yang paling tersiksa,
dalam hubungan ini.