Aku tak pernah seberdebar ini menunggu seseorang membalas
messagenya. Aku tidak pernah merasa setakut ini hanya untuk mendengar suaramu
dari voice note. Kamu hadir dalam bulan-bulan ketika aku berusaha
melupakan seseorang, dan saat ini aku masih bertanya-tanya siapa dirimu yang
sebenarnya? Aku tidak sepenuhnya yakin kamu adalah jawaban Tuhan atas semua
doaku. Aku juga tidak terlalu yakin bahwa kamu adalah bidadari tanpa sayap yang
dikirim langsung dari surge untuk menenangkanku sesaat. Kamu terlalu jauh untuk
kutatap dan kugenggam dan semua pertanyaan ini perlahan membuat dadaku sesak
dan sekarat.
Beberapa hari terakhir, kamu hadir dalam hidupku. Menjelma
menjadi seorang wanita sederhana yang cara bicaranya begitu tertata. Kita
bertukar sapa hingga larut malam, hingga kaupun tertidur meninggalkan chatting.
Kita kembali membicarakan berbagai hal yang absurd yang entah mengapa segalanya
begitu menyenangkan bagiku. Aku pernah lupa rasanya begitu bahagia hanya
mendengar suara seseorang. Aku pernah lupa rasanya tersenyum diam-diam ketika
bisa bercakap dengan seseorang yang mengerti duniaku– dunia yang tak pernah
dimengerti siapapun.
Aku menyukaimu. Aku mohon maaf jika ini terlalu lancing.
Tapi, adakah yang bisa menahan diri jika telah lama kamu menunggu seseorang
yang sangat kau inginkan, lalu dia datang saat kau sendiri, disaat kau butuhkan
dia dalam hari-harimu, dan disaat hatinya hamper sekarat karena terlalu sering
patah. Ya, kamulah sosok itu. Wanita yang hadir dalam dinginnya malam-malamku,
wanita yang muncul dari rinainya hujan kemudian dengan segara memberikan payung
untukku.
Saat pertama mengenalmu, aku tidak pernah tahu bahwa kita
akan sedekat ini. Percakapan absurd kita beberapa hari yang lalu, seakan-akan
mendekatkan kita. Saat itu, semesta telah berkonspirasi untuk mempertemukan aku
dan kamu. Tidak pernah aku merasakan senyaman ini berbagi cerita bersama
seorang wanita. Kamu adalah wanita yang segalanya, wanita yang selalu berhasil
membuatku bahagia.
Kini, kamu adalah duniaku, meskipun percakapan kita hanya
sebatas chat dan suara, namun aku merasa kita adalah kawan lama yang
dipertemukan kembali oleh Tuhan; entah untuk tujuan apa. Beberapa minggu ini,
aku bertahan pada jauhnya jarak kita, dan hanya bisa membayangkan betapa nyamannya
bisa benar-benar mendengar suaramu hanya dalam jarak beberapa kilometer. Setiap
berjam-jam kita bercakap di chatting bbm, aku berharap bisa menarik
tanganmu dari ponselku, berharap bisa merasakan hangatnya genggaman tanganmu
dari ponselku. Saat melihat fotomu, aku berharap bisa benar-benar menatap
matamu, melihat wajahmu, dan berhenti untuk membayangkan bagaimana manisnya
senyum tipismu. Egoiskah jika aku lelah pada semua ini? Dilarangkah jika aku
mulai ingin kamu menjadi miliku satu-satunya?
Mungkin, kita berdua tahu, ini memang cinta, walaupun belum
pernah ada tatapan mata sebelumnya. Tapi, aku selalu bertanya-tanya, sampai
kapan aku harus terus menunggu? sampai kapan aku harus terus membayangkan
hangatnya pelukmu, bagaimana lebarnya lenganmu, bagaimana menyenangkan mengecup
keningmu, bagaimana, bagaimana dan bagaimana? Sampai kapankah kamu membiarkanku
terus bertanya-tanya dan berharap?
Salahkan jika aku ingin kita lebih dari sini? Semua
panggilan sayang itu, semua kata cinta itu, dan semua perasaan aneh yang ada
dalam hidup ini selalu membuatku mulai merasa berat menjalani hari-hari. Aku
selalu merindukanmu, selalu ingin melihatmu, selalu ingin kita segera bertemu,
tapi ternyata untuk saat ini– semesta belum mengizinkan kita bersama. Aku tidak
bisa lagi menyangkal bahwa aku sedang dalam keadaan sangat mencintaimu, tidak
ingin kehilangan kamu, ingin memilikimu, dan ingin mengusir semua wanita yang
berusaha mendekatiku, atau yang mungkin berusaha kamu dekati.
Aku ingin merasakan hangatnya genggaman jemarimu. Aku mau
merasakan menyenangkannya berada di pelukmu. Aku menunggu kebahagian itu
datang, menunggu saat kita duduk berdua, sibuk menonton film india, atau film
korea atau film Indonesia atau film apapun– asal bersamamu. Aku ingin kita ke
dufan, bandung, yogya, ke manapun; yang penting bersamamu. Aku ingin menjadi
pria paling bahagia karena bisa memilikimu seutuhnya. Aku tidak sabar untuk
bersikap posesif padamu, menanyakan setiap pria jahil yang berusaha menggodamu.
Aku sangat ingin menjadi prioritasmu. Egoiskah aku jika aku menginginkan kamu
sebagai penyebab kebahagaiaanku?
Aku ingin kita
berhenti saja sampai sini. Mengehentikan semua drama yang melelahkan ini. Aku terlalu lelah
menunggu, terlalu sabar menanti, dan terlalu sakit untuk diajak berjalan lagi.
Aku ingin kita bertemu di satu titik, titik yang membuat kita untuk berlari
makin cepat, agar semua ini tidak akan pernah berubah jadi terlambat.
Aku ingin
kita memulai semua dari awal lagi, sebagai pasangan yang benar-benar pasangan.
Sebagai perasaan yang dimabuk cinta karena pertemuan nyata, bukan karena
gombalan dan rayuan dari ujung chatting semata. Saat itu terjadi, kita akan
mulai berjalan lagi, dengan langkah yang tertata rapi, dengan saling
bergenggaman tangan juga.
Aku tidak
mampu berbohong lagi, bahwa aku sangat ini kita segera bertemu, bahwa aku ingin
kita segera bersama, bahwa aku ingin kita normal seperti pasangan lainnya.
Meskipun orang-orang di luar sana pasti sibuk bertanya, ”Mengapa kamu mau
dengan dirinya, sedangkan kau saja baru kenal beberapa minggu yang lalu?”