Rabu, 23 November 2016

Aku tidak mampu berbohong lagi

Aku tak pernah seberdebar ini menunggu seseorang membalas messagenya. Aku tidak pernah merasa setakut ini hanya untuk mendengar suaramu dari voice note. Kamu hadir dalam bulan-bulan ketika aku berusaha melupakan seseorang, dan saat ini aku masih bertanya-tanya siapa dirimu yang sebenarnya? Aku tidak sepenuhnya yakin kamu adalah jawaban Tuhan atas semua doaku. Aku juga tidak terlalu yakin bahwa kamu adalah bidadari tanpa sayap yang dikirim langsung dari surge untuk menenangkanku sesaat. Kamu terlalu jauh untuk kutatap dan kugenggam dan semua pertanyaan ini perlahan membuat dadaku sesak dan sekarat.

Beberapa hari terakhir, kamu hadir dalam hidupku. Menjelma menjadi seorang wanita sederhana yang cara bicaranya begitu tertata. Kita bertukar sapa hingga larut malam, hingga kaupun tertidur meninggalkan chatting. Kita kembali membicarakan berbagai hal yang absurd yang entah mengapa segalanya begitu menyenangkan bagiku. Aku pernah lupa rasanya begitu bahagia hanya mendengar suara seseorang. Aku pernah lupa rasanya tersenyum diam-diam ketika bisa bercakap dengan seseorang yang mengerti duniaku– dunia yang tak pernah dimengerti siapapun.

Aku menyukaimu. Aku mohon maaf jika ini terlalu lancing. Tapi, adakah yang bisa menahan diri jika telah lama kamu menunggu seseorang yang sangat kau inginkan, lalu dia datang saat kau sendiri, disaat kau butuhkan dia dalam hari-harimu, dan disaat hatinya hamper sekarat karena terlalu sering patah. Ya, kamulah sosok itu. Wanita yang hadir dalam dinginnya malam-malamku, wanita yang muncul dari rinainya hujan kemudian dengan segara memberikan payung untukku.

Saat pertama mengenalmu, aku tidak pernah tahu bahwa kita akan sedekat ini. Percakapan absurd kita beberapa hari yang lalu, seakan-akan mendekatkan kita. Saat itu, semesta telah berkonspirasi untuk mempertemukan aku dan kamu. Tidak pernah aku merasakan senyaman ini berbagi cerita bersama seorang wanita. Kamu adalah wanita yang segalanya, wanita yang selalu berhasil membuatku bahagia.

Kini, kamu adalah duniaku, meskipun percakapan kita hanya sebatas chat dan suara, namun aku merasa kita adalah kawan lama yang dipertemukan kembali oleh Tuhan; entah untuk tujuan apa. Beberapa minggu ini, aku bertahan pada jauhnya jarak kita, dan hanya bisa membayangkan betapa nyamannya bisa benar-benar mendengar suaramu hanya dalam jarak beberapa kilometer. Setiap berjam-jam kita bercakap di chatting bbm, aku berharap bisa menarik tanganmu dari ponselku, berharap bisa merasakan hangatnya genggaman tanganmu dari ponselku. Saat melihat fotomu, aku berharap bisa benar-benar menatap matamu, melihat wajahmu, dan berhenti untuk membayangkan bagaimana manisnya senyum tipismu. Egoiskah jika aku lelah pada semua ini? Dilarangkah jika aku mulai ingin kamu menjadi miliku satu-satunya?

Mungkin, kita berdua tahu, ini memang cinta, walaupun belum pernah ada tatapan mata sebelumnya. Tapi, aku selalu bertanya-tanya, sampai kapan aku harus terus menunggu? sampai kapan aku harus terus membayangkan hangatnya pelukmu, bagaimana lebarnya lenganmu, bagaimana menyenangkan mengecup keningmu, bagaimana, bagaimana dan bagaimana? Sampai kapankah kamu membiarkanku terus bertanya-tanya dan berharap?

Salahkan jika aku ingin kita lebih dari sini? Semua panggilan sayang itu, semua kata cinta itu, dan semua perasaan aneh yang ada dalam hidup ini selalu membuatku mulai merasa berat menjalani hari-hari. Aku selalu merindukanmu, selalu ingin melihatmu, selalu ingin kita segera bertemu, tapi ternyata untuk saat ini– semesta belum mengizinkan kita bersama. Aku tidak bisa lagi menyangkal bahwa aku sedang dalam keadaan sangat mencintaimu, tidak ingin kehilangan kamu, ingin memilikimu, dan ingin mengusir semua wanita yang berusaha mendekatiku, atau yang mungkin berusaha kamu dekati.

Aku ingin merasakan hangatnya genggaman jemarimu. Aku mau merasakan menyenangkannya berada di pelukmu. Aku menunggu kebahagian itu datang, menunggu saat kita duduk berdua, sibuk menonton film india, atau film korea atau film Indonesia atau film apapun– asal bersamamu. Aku ingin kita ke dufan, bandung, yogya, ke manapun; yang penting bersamamu. Aku ingin menjadi pria paling bahagia karena bisa memilikimu seutuhnya. Aku tidak sabar untuk bersikap posesif padamu, menanyakan setiap pria jahil yang berusaha menggodamu. Aku sangat ingin menjadi prioritasmu. Egoiskah aku jika aku menginginkan kamu sebagai penyebab kebahagaiaanku?

Aku ingin kita berhenti saja sampai sini. Mengehentikan semua drama yang melelahkan ini. Aku terlalu lelah menunggu, terlalu sabar menanti, dan terlalu sakit untuk diajak berjalan lagi. Aku ingin kita bertemu di satu titik, titik yang membuat kita untuk berlari makin cepat, agar semua ini tidak akan pernah berubah jadi terlambat.

Aku ingin kita memulai semua dari awal lagi, sebagai pasangan yang benar-benar pasangan. Sebagai perasaan yang dimabuk cinta karena pertemuan nyata, bukan karena gombalan dan rayuan dari ujung chatting semata. Saat itu terjadi, kita akan mulai berjalan lagi, dengan langkah yang tertata rapi, dengan saling bergenggaman tangan juga.


Aku tidak mampu berbohong lagi, bahwa aku sangat ini kita segera bertemu, bahwa aku ingin kita segera bersama, bahwa aku ingin kita normal seperti pasangan lainnya. Meskipun orang-orang di luar sana pasti sibuk bertanya, ”Mengapa kamu mau dengan dirinya, sedangkan kau saja baru kenal beberapa minggu yang lalu?”

Hubungan jarak jauh yang menyakitkan

“Ketika aku hanya menjadi
orang yang membahagiakanmu sementara
nikamati saja, karena suatu hari
kamu akan merindukan perhatian
yang lebih manis dari kekasihmu sekarang.” -@akhbrmrf

Semua orang di luar sana pasti sangat ingin sekali berbahagia, apalagi bahagia dalam hubungan. Namun, dalam kisahnya dia harus berjuang, berdiam, dan menunggu pun juga bagian dari kebahagian. Berjuang, itulah yang selama ini kulakukan, sebagai wujud dari perasaanku yang entah mengapa masih ingin memperjuangkanmu.

Setiap malamku selalu muncul dirimu dalam pikiranku. Kenyataannya kau tak ada disampingku, entah untuk menenangkan sedihku dan merangkul kesepianku. Dengan sikapmu yang amat cuek dan tak peduli kepada diriku, mengapa aku masih memperjuangkanmu? Aku tak tahu, jadi jangan tanyakan padaku mengapa aku juga bisa mencintaimu dengan cinta yang tak benar-benar adil ini.
Pertama kali kita bertemu dan setelah bertemu, ada rasa rindu yang tidak benar-benar aku ungkapkan. Rindu yang kudiamkan, terlalu sibuk dalam penantian hingga berakhir pada air mata yang sedu. Apakah kamu tahu hal itu? Tentu saja tidak, kau tidak memedulikanku sedalam aku memedulikanmu. Tak ada cinta di matamu, sedalam cinta yang aku punya, aku masih ingin mempertahankan “kita” yang sebenarnya membuahkan sakit bagiku.

Jarak dan waktu yang membuatku khawatir, kekhawatiran yang tak pernah ku ceritakan pada dirimu. Ku panjatkan doa yang kusebutkan tentu tak seperti doa yang selalu kamu ucapkan. Keadaan ini sungguh membuatku seakan tak mengerti apa-apa. Ketakutan semakin menghantuiku, pertanyaan hati terus memojokkan diriku, apakah kamu masih pantas ku perjuangkan sejauh ini? akankah kita mempunyai kebahagian tersediri?

Aku takut…. Aku takut dengan sifatmu yang semakin cuek dan tidak peduli kepadaku, aku takut kamu menghianati perjuangku, aku takut kamu menyimpan pria lain tanpa sepengetahuanku. Jika kebersamaan kita tak berjalan mudah dan membuatku lelah. Aku minta untuk mengakhiri ini semua, sebab hatiku tak sanggup lagi menampung rasa sakit yang terus menerus. Aku ingin berhenti memperjuangkanmu, aku lelah dihantui dengan kekhawatiran ini. Aku ingin pelangi yang cerah, bukan langit gelap seperti ini.

Kamu dimana ketika aku sedang cinta-cintanya, sedang sayang-sayangnya? Kemana larinya kamu ketika aku sedang mencintaimu disini sendirian? Seringkali ku maafkan kecerobohan dirimu, seringkali kali ku maklumin kesalahan dirimu dan selalu ku berikan senyum terbaik walaupun aku sedang menangis.

Semakin hari, semakin takut diriku dengan semua sifatmu. Seolah-olah kamu mencintaiku, nyatanya dirimu hanya ingin mempermainkan ku atau mungkin saja kamu hanya ingin menjadikan diriku sebagai pelampiasan atas rasa sakit mu. Walaupun aku selalu berprasangka buruk pada mu, sesekali ku mengingat kembali masa-masa kita pernah berdua dalam kebahagian yang singkat itu.
Beri aku sinyal jika kau tak benar-benar cinta kepadaku, agar aku bisa segara mengakhiri perjuangku ini. jujur, aku semakin tak sanggup lagi menahan semuanya. Sudah cukup aku di permainkan oleh para wanita-wanita yang tak mempunyai hati.

Dulu kau juga pernah mengatakan padaku “Jalani saja dulu, kita bangun sama-sama kebahagian kita dan buktikan kepada yang lain bahwa kita bisa membuat relationship goals” aku masih mengingat baik-baik kata-kata itu.


Keberdaan kita yang sangat jauh membuat hati ini takut. Aku yang di utara dan kamu yang di timur, dan kita hanya bisa berkomunikasi melalu social media. Awalnya itu hanyalah hal biasa bagiku, namun entah mengapa hal biasa itu berubah menjadi luar biasa bagiku. Yang aku pikirkan saat ini hanyalah ketakutan, kekhawatiran, dan juga kebingungan. Apakah kamu benar-benar menjaga perasaan ini dengan baik atau tidak? Aku tak tahu, aku hanya bisa berdoa dan percaya dengan kata-kata manis mu itu. 

Sabtu, 05 November 2016

Aku telah memilihmu

Aku tau banyak di luar sana hati yang mungkin bisa saja menjadi penopang saat aku jatuh. Hati yang juga mungkin bersedia menemani sepiku. Yang bersedia bermalam larut bersamaku. Yang bersedia berbagi segala yang ia punya padaku. Tapi aku telah memilihmu.

Aku memilihmu atas apasaja resiko yang akan ku hadapi nanti.

Aku memilihmu karena aku percaya. Rasa tak pernah salah dalam mengeja. Meski ia tak selalu benar dalam memperhitungkan luka. Tak apa. Bagiku memilihmu selalu mampu memulihkan. Kau obat atas segala nyeri di sudut hati, walau kadang, tak jarang kau juga sebab rindu memagut sepi.

Aku memilihmu atas segala rasa di dada. Mengabaikan segala kalimat manusia yang  melemahkanku. Aku memilih buta. Aku memilih tuli. Aku memilih tak peduli pada ejaan manusia yang hanya ingin aku tanpa kamu.

Memilihmu adalah hal yang ingin ku kenang sebagai keputusan terbaik. Meski nanti yang aku dapat tak selalu hal-hal yang  baik. Tak apa. Memilihmu akan selalu menyenangkan. Meski juga menggenangkan.

Bila akhirnya apa yang aku pilih tak juga membuat pulih. Dan aku akan tetap tersenyum meski perih. Setidak aku bahagia, pernah mencintaimu, dan pernah memilihmu. Meski tak memulihkanku.